Teras

Kamis, 15 Maret 2012

Senin, 13 Februari 2012

Hati Hati yang Pecah (2)



Setelah mendengar dongeng sang nenek, si cucu protes. “Nek, ini kan hari kasih sayang. Masa ceritanya hati2 yang pecah? Apa tidak bisa, dongengnya dibuat jadi happy ending? Biar kaya dongeng2 biasanya, akhirnya pasti ‘they live happy ever after...’ Sang nenek tersenyum dan membelai lembut rambut cucunya. “Nenek juga maunya begitu. Tapi apa boleh dikata, yang ngetik ini idenya tidak boleh diganggu gugat, Nak. Kita ikutin sajalah tarian jemarinya dibandingkan nanti kita dihapuskan dari cerita fiktif ini.”
“Lalu mengapa kita tidak minta saja agar Kasi dan Han dibuat bersatu, Nek? Bukankah kita bisa mengatur ceritanya agar Han belum punya pacar?”
“Tidak, Nak. Kalau dongengnya diubah seperti itu, tidak akan ada bagian kedua Hati-Hati yang Pecah. Dan itu artinya jam tayang kita terpotong (Hehe). Yang lebih penting lagi, dalam hal pasangan tidak ada yang bisa dipaksakan. Kasi dan Han memang tidak berjodoh sebagai kekasih. Karena kalau mereka disatukan akan menjadi Kasihan. Hubungan yang hanya dilandasi oleh rasa kasihan tidak akan bertahan lama, Nak."
 “Lagi pula, Nak. Hidup ini tidak selalu diisi kisah2 bahagia. Untuk mencapai kebahagiaan, seringkali kita harus melalui kesedihan dulu, bukan? Kita tidak bisa men-judge apa yang dialami Kasi di dongeng itu sebagai akhir yang buruk. Bagaimana kita tahu itulah akhirnya? Bisa saja itu hanyalah sebuah proses sebelum dia mendapatkan kebahagiaannya yang sebenarnya. Maka tidaklah salah orang yang merasakan apa yang dialami Kasi itu merasa marah, kecewa, sedih, sakit hati. Itu adalah emosi yang wajar dari seorang manusia.”
“Tapi Nek, kasihan sekali kan si Kasi....”
“Iya, Nak. Selama manusia masih punya hati, maka itu bisa dikatakan sebagai kekuatan sekaligus kelemahannya. Hati seseorang itu seperti gelas, Nak. Jika kurang hati-hati, maka ia akan pecah berkeping2."
 "Dan untuk mengumpulkan serta menyusun kepingan itu menjadi hati yang utuh kembali, hampir tidak mungkin. Perlu waktu yang cukup lama untuk menyembuhkan sakit hati seseorang. Kalaupun berhasil kau susun, maka hati yang terbentuk adalah hati yg tdk utuh."

"Namun, Nak, apabila orang itu bisa mengatasinya, maka hati yang terbentuk akan menjadi lebih kuat dari yang sebelumnya. Dan pengalamanlah yang membuatnya tahu bagaimana cara menjaga dan mengatasi hati kacanya yang rapuh itu."
"Banyak orang patah hati di dunia ini yang berpikiran singkat, Nak. Menganggap dunia mereka telah berakhir. Lebih suka menyendiri dan justru berakhir pada keputusasaan. Itulah sebabnya nenek menyebut hati manusia adalah kelemahannya. Ketika ia hatinya jatuh dan tak bisa bangkit, hancurlah ia.”
“Tapi, Nek. Bukankah nenek bilang kesedihan itu adalah hal yang manusiawi? Apa lagi kalau mereka patah hati...”
“Betul, Nak. Sedih karena patah hati boleh saja. Tapi jangan biarkan kesedihan itu menenggelamkanmu. Memberikan waktu bagi dirimu untuk bersedih adalah suatu bentuk penerimaan sekaligus awal untuk proses penyembuhan. Namun setelah waktu bersedih berlalu, ingatlah untuk bangkit. Live must go on, Nak. Dan ingatlah, kehidupan ini seperti bermain kartu. Kau tidak mungkin berharap di tanganmu hanya terdapat kartu bagus, bukan? Di tanganmu pasti ada bermacam-macam kartu. Tinggal bagaimana caramu menggunakan kartu2 itu sehingga kau bisa menang dalam permainan. Hidup pun begitu. Patah hati sebenarnya tidak menyebabkan kematian. Ia hanya membuat sakit yang cukup serius di hatimu, dalam jangka waktu tertentu."
"Yang memicu kematian (bunuh diri) adalah stress patah hati dan pikiran negatif yang kau biarkan bercokol berlarut2 dalam tubuhmu. Dan ketahuilah, Nak, jika kau ubah sedikit cara pandangmu, maka kau akan menemukan bahwa Kasi sangatlah beruntung."
 "Mengapa begitu, Nek?"
"Bukankah ia telah dibukakan jalan sehingga mengetahui kebenaran tentang Han? Jadi ia mengetahui seperti apa sesungguhnya Han dan tidak terjebak dalam permainan busuknya lebih jauh lagi. Maka percayalah, ini hanyalah proses."
"Kau akan menemukan kebahagiaanmu pada waktunya kalau kau berusaha untuk tetap hidup. Kisah cintamu berakhir buruk hanya jika kau berhenti berusaha dan memilih pasrah pada anggapan dunia sudah kiamat. Jangan takut melanjutkan hidupmu hanya karena mengalami kisah cinta yang tak sesuai harapanmu, Nak. Karena sesungguhnya kisah cintamu yang sesungguhnya justru baru dimulai."

"Jika kau percaya, maka cahaya dalam hatimu akan menuntunmu ke arah yang tepat.
Segelap apa pun sekitarmu. Asalkan kau tetap percaya dan tidak menyerah.”

Hati Hati yang Pecah


Hola... holaaa... Lama nggak nongol di dunia tulis-menulis (walaupun tulisannya nggak serius-serius amat). Udah tahun 2012 aja... N udah tanggal 14 Februari aja... Berhubung valentine-nan ayuuk deh ngebahas masalah "hati-hati yang pecah" (lho?). Karena banyak pasangan yang sedang berbahagia n merayakan hari Kasih sayang ini, ya sudah, biarkan saja mereka berbahagia. Daripada dipatenkan jadi obat nyamuk, mending kita gelitik teman2 yg merayakan hari ini dengan cara yg sedikit berbeda. Tapi, tetap dengan cinta, tentunya <3. So, demi melestarikan budaya mendongeng yg udah jarang banget menemani tidur anak2 kecil zaman sekarang, ada baiknya kita berbagi cinta melalui dongeng (lho?). Disimak, ya, disimak..... =D
Ini adalah kisah yg disampaikan oleh seorang nenek kepada cucunya yg sangat ingin merantau keluar dari pendaran Kasih yg dipancarkan perapian di gubuk kecil itu. Si nenek berniat mengajarkan pada cucunya bahwa dunia luar yg didambakan mungkin tidaklah seperti apa yg selama ini dibayangkan. Bahwa kasih2 yg menarik hati si cucu mungkin hanyalah fatamorgana belaka, yg sengaja menyusup untuk menariknya ke liang2 penuh kedengkian yg senantiasa bersembunyi jauh... jauuuuh di dalam jiwanya dan menanti waktu yg tepat untuk mengambil alih tubuhnya, memerdekakan kedengkian di atas Kasih yg telah dibangun sejak ia dalam buaian sang ibu (panjang amat ni kalimat. kalau diterusin, kapan dongengnya dimulai???). Oke deh, dimulai aja dongengnya...
Bertuturlah sang nenek yg tengah duduk di atas kursi goyang kepada si cucu yg meletakkan kepalanya di pangkuan sang nenek. "Kisah dimulai ketika setitik Kasih menata hatinya yg pecah. Dahulu ia adalah Kasih yg utuh, masih begitu murni hingga akhirnya ia terperangkap dalam buai fatamorgana yg menghancurkan. Bukan hanya sekali, namun 2 kali ia diusik dan terperangkap oleh fatamorgana yg sama. Ketika pecah untuk pertama kalinya, Kasih mampu mengumpulkan semua pecahan hatinya dan merekatkannya kembali dengan lem. Namun, hati yg diutuhkan oleh ikatan lem itu terjatuh lagi, kebingungan pun melanda Kasih. Sekali pun ia berusaha menata hati yg pecah untuk kedua kalinya itu, ia tak kunjung berhasil merekatkannya kembali. Hatinya telah pecah menjadi pecahan yg jauh lebih kecil dan halus, yg tak dapat dikumpulkan dan direkatkan secara utuh. Akibatnya ia terpaksa berganti nama menjadi Kasi. Maka waktu yg diperlukan si Kasi untuk merekatkan hatinya jauh... jauuuuh lebih lama daripada sebelumnya."
"Lalu apa yg terjadi, Nek? Tapi... tunggu dulu! Dari mana si Kasih itu mendapatkan lem? Apakah di dunianya juga ada toserba? Dan apa hubungan Kasih dengan fatamorgana itu? Mengapa si fatamorgana terus mengusiknya? Apakah ia mempunyai dendam pada si Kasih?" si cucu mendongakkan kepala dengan antusias, menatap neneknya dengan mata berbinar2. Sang nenek mengelus dada. “Perhatian, ini dongeng, Nak. Bukan cerita detective conan,” kata sang nenek lembut sambil melirik setumpuk buku yang belakangan ini menyita perhatian cucunya dari pagi sampai sore, dari malam sampai subuh.
“Nah, ketika Kasih merasa waktu hibernasi hatinya sudah cukup, maka ia pun siap2 membuka diri, menyapa dunia dengan wujudnya yg tak sempurna. Namun ia mulai dirundung rasa takut akan hal2 baru. Khawatir bahwa itu adalah jebakan si fatamorgana. Maka ia pun bertekad hanya membuka dirinya pada hal-hal yang tidak terlalu asing.
Adalah sesuatu bernama Han yang berlabelkan ‘teman lama’. Dahulu ia dan Kasi pernah bersua dan berpartisipasi dalam bidang yang sama. Pertemanan pun kembali terjalin. Namanya teman, maka di saat air laut surut, ia pun kadang ikut TErkikis dan MenghilANg bersama buih. Berbeda dengan sahabat yang SAH Aja BerdekAtan berTahun-tahun (maksa xp).
Musim2 berganti dan si Kasi mulai melupakan wujudnya yang tak sempurna itu. Han kadang kala menyapa. Sapaan yang timbul tenggelam, cenderung tidak bisa dianggap penting, dan hanya berbau hal-hal rutin. Saking berbau rutinnya, sapaan pun berubah menjadi rutinitas. Lama-lama, entah bagaimana, Kasi berubah wujud seperti lagu nina bobo yang mendayu-dayu yang membantu teman lamanya, Han, tertidur meskipun dia tidak menderita insomnia. Mengapa? Karena sapaan2 yang dibalas oleh Kasi sebagai sopan santun pertemanan tak jarang berakhir dengan balasan bisu. Ya, si Kasi sepertinya telah menjadi mesin meninabobokan, meskipun sekali lagi, Han yang berlabelkan teman lama itu tidak mengidap insomnia...
Lama-lama si Kasi mulai berpikir memberikan rasa kasihnya yang tersisa, sedikit demi sedikit. Bukan karena sapaan2 kecil tak bermakna. Tetapi karena Han menunjukkan rasa kasihnya, menyapanya dengan penuh kasih, menawarkan sandaran yang tampak empuk. Ada jaring2 ketertarikan yang dipasang dengan apik. ‘Tapi, hey! Jaring hanyalah jaring!’ Kasi menolak pikirannya, teringat kembali pada hatinya yang dikoyak fatamorgana. Kalau rasa kasih yang ditunjukkan Han adalah nyata, maka seharusnya ada bukti yang mendasari. Mereka tidak mungkin hanya sapa-menyapa yang berakhir pada perubahan dirinya menjadi mesin penina bobo terus-menerus. Dan paling tidak, bukankah Kasi harus yakin bahwa Han menunjukkan rasa kasihnya pada dirinya yang sekarang, seorang Kasi, bukan seorang Kasih seperti dahulu kala? Kasi harus meyakinkan dirinya, bahwa rasa kasih itu bukan ditujukan pada bayangan masa lalunya. Karena si Kasi yang sekarang telah digerus perubahan. Yang kekal di dunia ini adalah perubahan (keto kone). Tetapi, jaring yang dipasang terlalu apik. Ketika ada benih-benih kepercayaan Kasi yang timbul pada Han, maka keraguan itu lenyap ditamengi pembelaan yang menggebu, ‘Han sedang menunggu waktu yang baik dan tepat.’ Jadi, Nak, sapaan2 itu pun berlanjut.
Si Kasi memang terlihat seolah tidak bergeming. Namun jauh di dalam, ia goyah. Insting Han pun tampaknya menyadari hal itu. Sebagai hati yang tak terikat, Kasi yang mendapat pencitraan hati Han juga tak terikat pun berharap semua kan indah pada waktunya. Lalu apa yang terjadi? Hari itu tiba juga.
Tibalah hari itu. Hari yang cerah yang membuat semuanya terlihat jelas. Sangat jelas. Hari yang  membawa perubahan besar (Jeng Jeng Jeeeeeng...... <backsound>). Han menyapa.
Han menyapa dengan nada singkat saja. Awalnya si Kasi membaca sambil lalu saja, karena dia tengah sibuk dan mengira Han bercanda seperti biasa. Lalu muncul sapaan baru dengan nada yang lebih panjang.
“Kasi, pacar Han marah. Dia mengira Kasi selingkuhan Han. Padahal kita tidak ada hubungan apa2 kan? Kita kan hanya teman dan suka bercandaan. Pacar Han marah dan minta putus. Han bingung. Bantuin Han menjelaskan ke pacar Han, ya, kalau kita tidak ada hubungan apa2. Kan Han tidak ada perhatian lebih ke Kasi, kan? Kita juga tidak pernah bersua lagi sejak kamu masih dipanggil Kasih. Jadi tolong dibantu (ya, dibantu.... <ala Pak Tarno>) menjelaskan ke pacar Han, ya.”
JEDHUUUUAAAAAAR!!! (bunyi geledek di hatinya Kasi <soundeffect>)
“Jadi, hati oh hati.... Sadarkah kau sekarang?” tanya Kasi pada hatinya.
Kau hanya jadi BAHAN BECANDAAN.”
(to be continued...)
Begitulah dongeng si Kasi “Hati Hati yang Pecah belum pada waktunya. Menurutmu apa yang dilakukan si Kasi? Dan apakah si Kasi dan Han menurutmu cocok? Silakan ketik jawabannya dan posting sebagai komen. Bagi yang beruntung akan mendapat bingkisan “SELAMAT, ANDA BERUNTUNG”

Minggu, 22 Mei 2011

How Can I (DBSK-HoMin)



Words that I shouldn’t have heard
A call that I’d like not to respons
Words that make me speechless
Words that don’t care about my feelings at all
How can I forget you? Should I try all of my effort to forget you?
Will we ever be able to go back to how we used to be?
Last words which made us loss of words

When I told you that I love you
You stopped and my heart  felt like it would explode
I stopped and only wait for your next words
How can I forget you? Should I try all of my effort to forget you?
Will we ever be able to go back to how we used to be?

Words that only give me pain
The words “let’s break up”

If we could only stop, If we could only erase,
If we could only go back in time to the day when we first met...
How can I forget you? Should I try all of my effort to forget you?
Will we ever be able to go back to how we used to be?

My tears flow blocking my lips, freezing my words
A conversation which I don’t want to believe
How can I forget you? Should I try all of my effort to forget you?
Will we ever be able to go back to how we used to be?

Because I still love you
Even if it was a dream, I don’t want to believe those words



"How can I forget you? Should I try all of my effort to forget you? Will we ever be able to go back to how we used to be?"
This statement sounds so brokenheart......

"Words that only give me pain. The words “let’s break up”"
Well..... siapa yang pernah punya pengalaman patah hati alias diputusin pacar? Yang pernah merasakannya mungkin akan merasa lagu ini mewakili isi hatinya. Mungkin ada yang nggak percaya kalau hal itu terjadi, meskipun putus itu cuma dalam mimpi ("Even if it was a dream, I don’t want to believe those words"). Atau mungkin saking shock-nya karena nggak nyangka bakal diputusin, sampai kehilangan kata-kata. Yang bergerak cuma air mata yang membasahi bibir, membekukan suara kita sampai di tenggorokan ("My tears flow blocking my lips, freezing my words"). Ada juga yang merasa nggak sanggup. "Bagaimana aku bisa hidup tanpamu?" atau "Nggak bisakah kita balik kayak dulu?" Itu kata-kata klise yang sering terucap. Ada yang menyesali "kenapa hari itu aku mau diajak ketemuan kalau ternyata hanya untuk diputusin?" Dan ada juga tipe yang ingin menghentikan waktu (seandainya mereka punya kemampuan untuk itu) atau kembali ke masa lalu, ke masa-masa saat perasaan sayang yang mereka rasakan sedang indah-indahnya, masa-masa saat mereka baru pertama bertemu, baru pertama menjalin kasih... ("If we could only go back in time to the day when we first met...").
     Tidak ada yang salah dengan semua itu. Wajar saja orang yang patah hati menyesal, berpikir ini itu, berandai-andai jika kata-kata putus itu tidak pernah terucap dan hubungan mereka dengan sang kekasih baik-baik saja, mesra seperti biasa. Tetapi, bangunlah, kawan! Maybe our heart was broken, but life must go on!
     Orang-orang seringkali terlalu terpaku dengan rasa sakit yang mereka rasakan ketika patah hati, sehingga mudah goyah dan cenderung berpikir singkat untuk mengakhiri hidup. Sekali lagi pertanyaan klise "Bagaimana aku bisa hidup tanpamu?" menjadi tameng sebagai alasan mengakhiri hidup karena patah hati. Tetapi, coba deh, kalau kita berpikir ke depan. Bukankah masih ada keluarga kita? Bukankah masih ada sahabat-sahabat dan teman-teman kita? Bukankah kita masih punya impian yang belum terwujud? (Dan bukankah masih ada banyak bintang di langit? Hehehe)
     Yang lebih menyakitkan adalah ketika kita tidak melakukan apa-apa, hanya diam dan menerima ketika kata putus itu terucap.
"When I told you that I love you, You stopped and my heart felt like it would explode"
Ya, tepat seperti itu, ketika kita tidak bisa mengungkapkan apa yang ingin kita ungkapkan, hati terasa perih terbakar luar biasa, seakan-akan mau meledak (lebay dikit, ya :p). Dan mungkin karena itulah, karena orang-orang dibuat speechless akibat mendengar kata putus, mereka tidak bisa mengeluarkan isi hatinya. Pembelaankah, pertanyaan mengapa demikiankah, atau yang lainnya. Mungkin ini juga disebabkan karena yang memutuskan kita tidak ingin berlama-lama dalam suasana 'kurang nyaman' itu, sehingga ingin cepat-cepat mengakhiri pembicaraan. Tetapi, seandainya saja kedua pihak saling memberikan kesempatan untuk mengutarakan isi hati, mungkin akan lebih baik (meskipun sakit hati tetap saja jalan). Siapa tahu ternyata semua cuma salah paham dan nggak jadi putus... (siapa tahu...)
     Seringkali putus menyebabkan hubungan yang dulunya baik justru berubah menjadi permusuhan. Mengapa? Karena itulah cara termudah untuk melupakan rasa sayang pada orang yang memutuskan kita. Lebih mudah untuk melupakannya jika kita membencinya dan menghindarinya. Itu alasan yang sering terdengar. Tetapi pernahkan terpikir justru itulah yang membuat kita susah melupakan dan semakin terpuruk? Kita memaksakan diri untuk membayangkan bahwa kita membencinya karena diputuskan olehnya. Kita tidak menyayanginya lagi, yang ada hanya benci, rasa sakit hati. Pengingkaran-pengingkaran itu sering terjadi. Kita seringkali mengingkari kalau kita masih menyayanginya karena gengsi. Namun, justru pengingkaran itulah yang melukai kita lebih dalam.  Dan lagi-lagi, perasaan itu akan berujung pada keinginan bunuh diri. Bayangkan jika kita benar-benar mengakhiri hidup, bukankah justru membuat lebih banyak kekacauan? Bukan hanya di hati kita, tapi juga di hati keluarga, dan orang yang kita sayangi. Apakah nyawa adalah hal yang setimpal untuk sebuah kata putus? No isn't! It's the worst option
     Mengapa kita harus memaksakan hati kita untuk membencinya jika ternyata rasa sayang itu masih tersisa sebegitu besarnya? Mengapa kita tidak memberikan waktu pada hati kita untuk tetap menyimpan rasa sayang itu? Tentu saja ini tidak sama dengan menyimpan rasa sayang itu dan memaksanya untuk tetap menjadi pacar kita. Kita hanya perlu berdamai dengan hati kita, memberikan waktu pada hati kita untuk melepasnya pelan-pelan. Melepaskan rasa sayang juga perlu proses, sama seperti ketika menumbuhkan rasa sayang itu. Kita tidak mungkin memaksa bayi yang baru bisa merangkak untuk langsung mengikuti lomba lari. Berikan waktu pada hatimu untuk melepaskan orang yang kamu sayangi. Just do it.
     "Putus" boleh saja melukai hatimu, tapi tidak cukup besar untuk menghentikan masa depanmu dan mimpi-mimpimu. Bagaimana kalau ternyata setelah putus kamu justru menjadi orang sukses? (Bikin lirik lagu patah hati trus dinyanyiin sampai go international, mungkin... Nulis puisi yang dikenang sampai anak cucu cicit kita mungkin... Atau malah tercipta novel yang mampu jadi best-seller mungkin... Dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang lain). Bagaimana kalau kamu justru bertemu dengan "the real one" yang benar-benar ditakdirkan sebagai pasangan hidupmu? Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, semua masih misteri. Tapi jika jalan pintas mengakhiri hidup yang  kamupilih, kita tidak akan pernah tahu seperti apa misteri masa depan akan terpecahkan... Sangat disayangkan jika hidup ikut dikorbankan bersama hati yang patah. So, say no to suicide! ;)